Destinasi Hindari Overtourism 2026: Bali Keluar, Antartika dan Meksiko Masuk Daftar Hitam
Crbnat.com – Jakarta, 30 November 2025 — Destinasi Hindari Overtourism menjadi perhatian serius industri pariwisata global. Fodor’s Travel, penyedia panduan perjalanan asal Amerika Serikat (AS), merilis daftar No List 2026. Daftar ini berisi destinasi yang sebaiknya turis hindari demi menjaga keberlanjutan dan memungkinkan pemulihan ekosistem lokal.
Bali, yang sempat masuk daftar pada tahun 2025 karena masalah overtourism, kemacetan, sampah, dan risiko kehilangan identitas budaya, kini boleh bernapas lega. Fodor’s tidak lagi memasukkan Bali ke daftar haram tersebut. Meskipun demikian, daftar No List 2026 menunjukkan bahwa tekanan pariwisata berlebihan telah bergeser ke berbagai sudut planet, dari kutub selatan hingga kota-kota bersejarah di Eropa.
Daftar No List 2026 ini merupakan ajakan bagi turis untuk tidak mengunjungi beberapa tempat. Tujuannya adalah agar destinasi dapat pulih dari tekanan overtourism. Keputusan ini memberikan kesadaran penting. Wisatawan harus memilih destinasi alternatif yang lebih siap menerima kunjungan. Langkah ini juga mendukung upaya lokal dalam menjaga keberlanjutan.
1. Antartika: Seruan Konservasi untuk Benua Es
Antartika tidak memerlukan kampanye pemasaran untuk menarik pengunjung. Benua ini juga hampir tidak memiliki perekonomian yang didorong oleh pariwisata. Oleh karena itu, Antartika sama sekali tidak membutuhkan wisatawan dalam jumlah besar. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa benua itu menerima 120.000 pengunjung dari tahun 2023 hingga 2024. Jumlah tersebut diproyeksikan akan berlipat ganda pada tahun 2033. Proyeksi ini menjadikan seruan untuk menahan diri menjadi krusial.
Mike Gunter, seorang peneliti di Rollins College, mengakui nilai kunjungan ke Antartika. Ia meyakini kunjungan dapat berdampak positif asalkan wisatawan menggunakan pengalaman mereka untuk secara substansial memengaruhi isu-isu keberlanjutan yang lebih besar. Namun, ia prihatin. Ia menilai cara banyak wisatawan bepergian ke sana seringkali bermasalah. “Sayangnya, dalam seperempat abad terakhir, Antartika telah bergerak lebih ke arah pariwisata massal, alih-alih dunia ekowisata tradisional,” ujarnya. Antartika kini menjadi simbol tantangan pariwisata yang didorong oleh last chance tourism.
2. Kepulauan Canary, Spanyol: Batas Daya Tampung Terlampaui
Di balik pemandangan Kepulauan Canary yang seindah kartu pos, tekanan overtourism semakin meningkat. Pada paruh pertama tahun 2025 saja, kepulauan ini menyambut 7,8 juta pengunjung. Bandara juga memproses lebih dari 27 juta penumpang. Angka ini meningkat 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Rekor ini membuat penduduk setempat mempertanyakan seberapa besar daya tampung pulau mereka.
Ribuan orang berbaris di jalan-jalan Tenerife, Gran Canaria, dan Lanzarote pada bulan Mei. Mereka membawa slogan, “Canarias tiene un límite” (“Kepulauan Canary punya batas”). Pesan mereka jelas. Pariwisata yang booming, melonjaknya biaya perumahan, dan meningkatnya tekanan lingkungan mengancam fondasi kehidupan di pulau ini.
Pariwisata menyumbang lebih dari sepertiga PDB Kepulauan Canary dan mempekerjakan sekitar 40% penduduknya. Meskipun demikian, kesuksesan ini harus dibayar dengan harga mahal. “Warga mulai berunjuk rasa karena mereka benar-benar muak,” kata John Dale Beckley, pendiri platform CanaryGreen.org. “Lalu lintas adalah salah satu masalah terbesar. Perjalanan yang dulunya hanya 40 menit dari utara kini bisa memakan waktu lebih dari satu jam sekali jalan,” imbuhnya. Oleh karena itu, Kepulauan Canary masuk dalam daftar Destinasi Hindari Overtourism.
3. Isola Sacra, Italia: Ancaman Lingkungan dari Proyek Pelabuhan
Mengutip laporan media, destinasi berikutnya yang masuk No List 2026 adalah Isola Sacra. Proyek pelabuhan besar Isola Sacra di Italia menghadirkan risiko serius terhadap ekosistem rentan di wilayah pesisir. Risiko tersebut mencakup erosi pantai, pencemaran, dan kerusakan kawasan lindung.
Infrastruktur wilayah yang tidak memadai memperparah potensi kemacetan dan polusi. Hal ini terjadi akibat lonjakan kapal pesiar dan aktivitas pelabuhan. Akibatnya, lingkungan historis dan ekologis di wilayah tersebut berada dalam bahaya serius. Wisatawan yang peduli lingkungan harus menghindari kawasan ini.
4. Meksiko: Krisis Sosial Akibat Gentrifikasi
Meksiko saat ini tengah menghadapi krisis sosial dan budaya. Krisis ini terjadi akibat gentrifikasi dan ledakan penyewaan jangka pendek yang didorong oleh platform sewa properti. Lonjakan wisatawan dan pekerja jarak jauh asing menyebabkan penggusuran penduduk lokal. Hal ini memicu kenaikan harga sewa, dan hilangnya identitas komunitas.
Perubahan budaya lokal dan ketidakadilan ekonomi meningkatkan ketegangan sosial. Hal ini menjadikan kota ini kurang ramah dan mulai dihindari oleh sebagian pihak. Fodor’s berharap wisatawan menghormati penduduk lokal dengan mencari alternatif di luar pusat gentrifikasi yang ekstrem.
5. Mombasa: Pencemaran dan Masalah Keamanan
Kota pesisir Mombasa di Kenya menghadapi krisis overtourism dengan dampak lingkungan yang serius. Dampak tersebut seperti pencemaran pantai dan laut akibat pengelolaan limbah buruk, serta kepadatan dan kemacetan yang mengganggu kenyamanan wisatawan dan penduduk. Kejahatan yang menimpa wisatawan dan kurangnya data daya tampung pariwisata menambah risiko penurunan popularitas destinasi ini. Maka dari itu, Mombasa sebaiknya dihindari dahulu di tahun mendatang untuk memberikan waktu kota ini memperbaiki pengelolaan limbah dan isu keamanan.
6. Montmartre, Paris: Kerusakan Budaya dan Kenaikan Harga
Montmartre di Paris, Prancis menghadapi masalah pariwisata berlebihan dengan lonjakan pengunjung. Lonjakan ini menyebabkan kemacetan, kenaikan harga properti, dan kerusakan budaya lokal. Penduduk setempat merasa lingkungan semakin tidak layak huni akibat keramaian. Kebijakan kota yang lebih mendukung bisnis pariwisata juga menjadi keluhan. Risiko kehilangan keaslian dan identitas membuat Montmartre berpotensi mulai dihindari sebagian wisatawan.
7. Taman Nasional Glacier: Ancaman Iklim dan Last Chance Tourism
Taman Nasional Glacier di Montana, Amerika Serikat, menghadapi ancaman besar. Perubahan iklim mempercepat pencairan gletser. Kerusakan ekosistem pun terjadi. Lonjakan kunjungan wisatawan dalam upaya “last chance tourism” memperparah kemacetan, polusi, dan gangguan habitat satwa. Upaya pengelolaan dan regulasi belum cukup mengatasi dampak pariwisata massal. Akibatnya, taman ini menjadi salah satu Destinasi Hindari Overtourism.
8. Wilayah Jungfrau, Swiss: Tekanan Properti dan Gletser
Wilayah Jungfrau di Swiss yang merupakan bagian dari Alpen menghadapi tekanan berat dari pariwisata massal. Tekanan ini mengakibatkan kemacetan, kerusakan lingkungan, dan ketegangan sosial dengan penduduk lokal. Perubahan iklim juga mengancam keberadaan gletser ikonik di wilayah ini. Masalah ketersediaan perumahan terjadi karena banyak pemilik properti yang lebih memilih menyewakan melalui platform sewa properti daripada kepada penduduk tetap. Sehingga, kelangkaan tempat tinggal bagi warga lokal semakin parah.
Fodor’s berharap daftar ini membuat wisatawan memilih destinasi alternatif yang lebih siap menerima kunjungan. Langkah ini juga mendukung upaya lokal dalam menjaga keberlanjutan. Pada akhirnya, kesadaran turis adalah kunci utama keberhasilan upaya konservasi global.
