Tren Wisata 2026: Wellness, Kuliner Lokal, dan Alam Jadi Favorit
Crbnat.com – 10 Desember 2025 – Cara orang berwisata diperkirakan mengalami perubahan signifikan pada tahun 2026. Berdasarkan laporan terbaru dari Skyscanner yang berjudul 2026 Travel Trends, wisatawan kini semakin memilih perjalanan yang sesuai minat pribadi dan gaya hidup. Wisatawan tidak lagi sekadar mengejar destinasi populer atau yang instagramable. Tren Wisata 2026 menunjukkan pergeseran menuju perjalanan yang lebih terkurasi, personal, dan bermakna.
CEO Skyscanner, Bryan Batista, menyampaikan bahwa pariwisata ke depan akan menjadi semakin personal. Entah seseorang merancang perjalanan berdasarkan hotel tertentu, mengikuti retret membaca, memasukkan rutinitas kecantikan, atau mengajak seluruh keluarga. Perjalanan kini menjadi lebih terarah, bermakna, dan unik. Dari hasil riset tersebut, para ahli memprediksi beberapa tren utama yang mendefinisikan arah pariwisata global pada tahun 2026. Fokus utama terletak pada pemulihan diri, eksplorasi autentik, dan pelarian ke alam terbuka.
1. “Glowmads”: Wisata Wellness dan Kecantikan Mendefinisikan Tren Wisata
Salah satu tren paling signifikan yang Skyscanner catat adalah “Glowmads” atau wisata wellness dan kecantikan. Sekitar 27 persen wisatawan berniat menggabungkan pengalaman perawatan diri ke dalam jadwal perjalanan mereka. Perawatan ini mencakup spa, skin retreat, hingga ritual kecantikan yang mendalam.
Temuan ini menunjukkan bahwa wisata tidak lagi semata soal menjelajah lokasi baru. Ia juga mencakup pemulihan diri dan kesehatan mental. Setelah periode stres global, wisatawan mencari destinasi yang menawarkan ketenangan dan kesempatan untuk mengisi ulang energi. Permintaan ini mendorong industri perhotelan dan pariwisata untuk menciptakan paket wellness yang komprehensif. Paket ini menggabungkan aktivitas fisik, nutrisi sehat, dan meditasi. Destinasi yang menawarkan mata air panas alami, hutan, atau pusat yoga tradisional akan menjadi sangat populer. Tentu saja, bagi wisatawan Glowmads, perjalanan adalah investasi bagi kesejahteraan fisik dan mental mereka. Indonesia, dengan kekayaan tradisi jamu dan spa alam, memiliki potensi besar merespons Tren Wisata 2026 ini secara optimal.
2. “Shelf Discovery”: Eksplorasi Kuliner Lokal dan Pengalaman Autentik
Wisata kuliner selalu memainkan peran penting dari perjalanan. Namun, Tren Wisata 2026 menunjukkan perubahan lokasi yang traveller eksplorasi. Sebanyak 43 persen traveller lebih memilih menjelajahi supermarket lokal, pasar tradisional, hingga kios makanan jalanan, daripada restoran kelas atas. Para peneliti menjuluki tren ini “Shelf Discovery.”
Tren ini muncul karena wisatawan mencari pengalaman kuliner yang lebih autentik. Mereka mencari makanan dengan harga terjangkau yang benar-benar mencerminkan budaya setempat. Pasar tradisional dan kios makanan jalanan menawarkan interaksi langsung dengan penduduk lokal. Mereka juga menyajikan hidangan dengan resep otentik. Selain itu, wisatawan melihat kunjungan ke supermarket lokal sebagai cara menyenangkan untuk memahami gaya hidup dan produk domestik suatu negara. Permintaan untuk tur gastronomi, kelas memasak lokal, dan food hunting di area yang tidak terlalu turis akan meningkat tajam. Tren ini menekankan bahwa pengalaman kuliner autentik lebih bernilai daripada presentasi mewah di restoran bintang lima.
3. “Altitude Shift”: Pelarian ke Pegunungan, Tren Wisata Alam Terbuka
Pelarian ke alam, terutama pegunungan dan area dengan udara sejuk, menunjukkan peningkatan minat yang signifikan dalam Tren Wisata 2026. Para ahli menjuluki tren ini “Altitude Shift.” Skyscanner mencatat peningkatan tajam dalam pencarian akomodasi dengan pemandangan gunung. Peningkatan ini mencerminkan bentuk pelarian dari kehidupan perkotaan yang padat, berpolusi, dan serba cepat.
Wisatawan mencari ketenangan, udara bersih, dan kesempatan untuk terlibat dalam aktivitas luar ruangan seperti mendaki, glamping, atau sekadar menikmati pemandangan alam. Destinasi pedalaman yang menawarkan ekowisata dan pengalaman hidup sederhana akan menjadi daya tarik utama. Permintaan ini juga mendorong pengembangan infrastruktur di daerah terpencil. Namun, pengembangan harus tetap mengedepankan prinsip kelestarian lingkungan. Kebutuhan akan koneksi yang lebih dalam dengan alam menjadi dorongan spiritual dan fisik bagi para traveller. Mereka ingin melepaskan diri dari paparan layar dan kebisingan digital sehari-hari. Di sisi lain, destinasi pantai mungkin mengalami sedikit penurunan popularitas, terutama jika infrastrukturnya tidak mendukung aspek wellness atau ketenangan.
4. Wisata Berdasarkan Minat Pribadi: Lebih Personal dan Fleksibel
Selain tiga tren utama di atas, riset juga menunjukkan peningkatan signifikan pada perjalanan berbasis minat tertentu. Perjalanan ini menjadi semakin personal dan spesifik. Contohnya adalah wisata literasi (bookbound travel), di mana wisatawan mengunjungi lokasi yang disebutkan dalam novel atau film favorit mereka. Ada juga peningkatan pada solo trip (perjalanan tunggal) yang menunjukkan keinginan untuk eksplorasi diri.
Tren perjalanan lintas generasi juga menguat. Perjalanan ini melibatkan seluruh keluarga besar, dari kakek-nenek hingga cucu. Peningkatan ini menunjukkan bahwa perjalanan kini tidak hanya fokus pada destinasi, tetapi pada kualitas pengalaman dan koneksi emosional. Akibatnya, fleksibilitas itinerari menjadi kunci. Wisatawan menginginkan opsi perjalanan yang mudah mereka sesuaikan. Mereka tidak mau lagi terjebak dalam paket tur yang kaku. Perubahan pola ini menantang industri pariwisata untuk menawarkan layanan yang lebih personal dan niche. Sebagai perbandingan, paket wisata yang menawarkan pengalaman unik seperti retret meditasi di pegunungan kini lebih diminati daripada tur bus konvensional.
5. Implikasi dan Dampak Tren Wisata 2026 bagi Industri Pariwisata
Perubahan pola perjalanan ini membawa sinyal penting bagi pelaku industri pariwisata. Wisatawan tidak lagi sekadar mencari tempat yang populer, tetapi menginginkan pengalaman yang relevan secara emosional dan sesuai gaya hidup. Ini berarti industri harus mengubah strategi pemasaran mereka.
Bagi hotel dan akomodasi, fokus harus bergeser dari fasilitas mewah semata. Mereka harus fokus pada penyediaan paket wellness khusus, menyediakan menu makanan lokal autentik, dan menawarkan retret alam. Bagi operator tur, mereka harus mendesain layanan yang lebih personal dan spesifik. Layanan ini dapat berupa kelas memasak lokal, program perjalanan ke desa wisata, atau tur literasi tematik. Oleh karena itu, mereka yang dapat beradaptasi dan menawarkan pengalaman yang otentik dan bermakna akan menjadi pemenang dalam persaingan. Keterlibatan UMKM lokal dalam rantai pasokan pariwisata juga menjadi kunci untuk memberikan nilai autentisitas yang dicari wisatawan.
6. Peluang Indonesia di Tengah Pergeseran Selera Global
Indonesia, sebagai negara dengan kekayaan alam dan budaya yang melimpah, berada pada posisi yang sangat strategis untuk memanfaatkan Tren Wisata 2026. Sektor wellness Indonesia sudah kuat dengan tradisi pijat dan jamu. Alam Indonesia, terutama pegunungan seperti Bromo, Rinjani, dan Kelimutu, menawarkan pelarian ‘Altitude Shift’ yang sempurna.
Selain itu, Indonesia memiliki gastronomi yang sangat kaya dan unik di setiap daerah. Hal ini menjadikannya surga bagi tren “Shelf Discovery.” Pemerintah dan pelaku usaha harus mengambil langkah proaktif. Mereka perlu mempromosikan destinasi yang menawarkan ketenangan dan keaslian, seperti desa wisata yang berfokus pada kelestarian. Tentu saja, promosi harus menekankan aspek pengalaman, bukan hanya aspek visual. Dengan investasi yang tepat pada infrastruktur berkelanjutan dan pelatihan sumber daya manusia, Indonesia dapat mengukuhkan posisinya sebagai destinasi wellness dan budaya terfavorit di Asia. Namun demikian, pemerintah harus memastikan bahwa pengembangan infrastruktur tidak merusak keaslian alam yang justru menjadi daya tarik utama tren ini.
Penutup: Mengukir Pengalaman Wisata yang Bermakna
Laporan 2026 Travel Trends menegaskan bahwa masa depan pariwisata terletak pada kualitas, bukan kuantitas. Wisatawan mencari pengalaman yang memperkaya hidup mereka, bukan sekadar mengisi lini masa media sosial. Pergeseran ke wellness, kuliner lokal, dan alam menunjukkan kesadaran kolektif yang lebih besar terhadap kesehatan, keberlanjutan, dan autentisitas. Industri pariwisata harus menyambut perubahan ini dengan inovasi dan penawaran yang benar-benar bermakna.
